
Pilkada Kembalikan Kepercayaan Publik Terhadap Kepala Daerah
Subang, kpu.go.id – Maraknya praktek korupsi yang melibatkan kepala daerah membuat kepercayaan publik berada dititik mengkhawatirkan. Menurut Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan, upaya mengembalikan kepercayaan masyarakat salah satunya melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dari proses demokrasi yang dilakukan dengan jujur dan adil masyarakat dapat melakukan koreksi terhadap pemimpin yang akan memimpin lima tahun berikutnya.
“Justru saat inilah masyarakat yang melaksanakan pilkada serentak ingin daerahnya berubah atau tidak. Pilkada menjadi ruang bapak/ibu melakukan koreksi,” ujar Viryan saat menjadi pembicara diskusi “Revitalisasi Trust Publik Terhadap Demokrasi di Tengah Maraknya Kepala Daerah Tersandung Kasus Korupsi” yang digelar KPU Subang Jawa Barat (28/4/2018).
Hadir dalam kesempatan itu Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja, Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Ida Budhiati, Ketua KPU Kabupaten Subang Maman Sukarman, Anggota KPU Provinsi Jawa Barat Ferdiman Bariguna yang dipandu Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta.
Menurut Viryan, pelaksanaan pilkada yang memakan biaya tidak sedikit harus dimaksimalkan masyarakat dengan sebaik-baiknya.Terutama untuk menghasilkan kepala daerah yang bersih dan bekerja untuk masyarakatnya. “Ini kesempatan berharga, jangan disia-siakan. Apapun yang terjadi di Subang itu realitas hukum dan poltik,” lanjut Viryan.
Viryan menambahkan, sebagai penyelenggara tentu posisi KPU tentu tidak ingin masuk terlalu dalam mengomentari adanya kepala daerah yang tersangkut korupsi. Kalaupun bereaksi tentu pada cakupan calon kepala yang tersandung kasus hukum, menurut dia tetap dapat melanjutkan proses pencalonan selama belum ada putusan pengadilan yang sifatnya inkracht. “Berbeda ketika ada penyelenggara pemilu di Kab Garut terkena masalah hukum korupsi, (pasti) kami merasa tercoreng, membuat kami pusing karena bagi kami kepercayaan nomor satu. Tapi putusan kami langsung berhentikan yang bersangkutan,” tambah Viryan.
Sementara itu Rahmat Bagja menilai potensi kepala daerah tersandung kasus korupsi telah dimulai sejak mereka ikut dalam kontestasi pilkada dengan menomortigakan integritas. Kepala daerah yang mengikuti pilkada dengan modal yang didapat dari sumber tidak jelas menurut dia rentan mencari cara untuk mengembalikan apa yang telah dikeluarkannya dulu. “Nomor satu adalah integritas,” ucapnya.
Hal lain menurut dia masalah politik uang (money politic) yang masih marak terjadi di pilkada ditambah tidak netralnya aparatur sipil negara (ASN) menjadi benang kusut yang harus segera diselesaikan.
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Ida Budhiati melihat sistem pemilu di Indonesia sebetulnya telah dikonstruksikan melahirkan pilkada yang berintegritas, serta membangun sistem pemerintahan yang bersih. Hal ini dapat terlihat dari bagaimana pembentuk Undang-undang (UU) memaksa partai melakukan kaderisasi, promosi bagi kader terbaik dalam caleg dan eksekutif, seleksi bakal calon (balon) melalui mekanisme internal partai atau jalur perseorangan yang harus mencari dukungan dalam bentuk dokumen.
UU menurut Ida juga telah melarang praktek politik uang,mahar politik meski dalam realitasnya masih menjadi tantangan yang dibebankan bagi seluruh pihak untuk segera membenahinya. (kpu ri/oky/foto: oky/ed diR)